Cerpen Sahabat Sejati

Monday, November 21, 2011
Cerpen Sahabat Sejati - Ini adalah Cerpen Sahabat Sejati. bagi kamu yang suka membaca cerpen dan ingin tahu apa arti sahabat sejati itu seperti apa pas banget, kali ini edi ingin berbagi tentang Cerpen Sahabat Sejati yang bisa kamu baca langsung artikelnya yang ada dibawah ini.

Cerpen Sahabat Sejati

Cerpen Sahabat Sejati

Sebenarnya aku tidak pernah percaya sahabat sejati itu ada, sama sekali tidak percaya!! Bagiku semua itu bulshit belaka. Sahabat yang selalu ada untukku, berbagi suka dan duka bersama, dan menjunjung tinggi semangat persaudaraan, bagiku tidak pernah ada di dunia ini. Satu pun tidak akan pernah ada. Semua akan hilang dan meninggalkanku!!!

Tapi, suatu ketika ada sebuah rahasia besar yang mengubah pedomanku mengenai sahabat sejati. Ada yang terlupakan dari semua ini. Terselip begitu saja dalam diriku. Aku mengacuhkan hal berharga itu. Aku memang masih memahami konsep sahabat sejati hanya omong kosong belaka, kecuali, dengan satu kemungkinan, jika kau membuka hatimu untuk menerima sesuatu yang riskan itu, sahabat sejati itu mungkin bukanlah sebuah omong kosong belaka.
============

Aku berdiri mematung di kantin. Bergeming seraya fokus melihat dengan pandangan yang sangat jijik!. Sosis merah dilumuri saus yang seolah–olah menggiurkan, bakso yang rasanya begitu kenyal, keripik yang rasanya begitu gurih, mie yang terlihat sangat lembut sekali, dan otak–otak yang tak ubahnya seperti makanan–makanan yang rusak!!. Aku begitu phobia melihat makanan–makanan itu. Ya, Aku baru melihatnya saja sudah seperti itu, apalagi memakannya, dijamin aku akan mual-mual beberapa bulan!!!

Semua makanan rusak itu begitu ku benci, karena gara–gara makanan itu sahabatku, ghita, meninggal dunia!! Ghita, sahabat terbaikku (dan kupikir juga sahabat sejatiku), dia terkena kanker otak yang disebabkan oleh makanan yang banyak mengandung boraks, formalin, dan entah bahan kimia apa yang terkandung di dalamnya. Dokter mendiagnosis di dalam tubuhnya sudah ada 6 gram boraks yang mengendap sejak bertahun–tahun (itu belum termasuk zat kimia lainnya seperti, pewarna dan pengawet).

Sel kanker yang ada di tubuh Ghita berkembang dengan begitu cepatnya. Daya tahan tubuhnya juga tak kuat menahan serangan demi serangan yang diluncurkan oleh racun–racun itu. Ditambah lagi Ghita tidak suka makan sayuran dan buah–buahan. Ironis memang, tapi itulah kenyataannya. Dan, semenjak saat itu aku begitu membenci makanan itu.

Tata, Meti teman sekelasku, kelas 7.8 tepatnya, berlari kearahku. Rambut panjangnya yang digerai bergoyang–goyang di terpa angin. Menurutku ia cukup manis dan cantik. "Jajan, yuk. Aku punya uang jajan lebih nih. Hasil lomba pidato kemarin. Aku ingin mentraktir kamu. Syukur–syukur bisa menghilangkan dukamu atas kehilangan Ghita. Mau ya..???

Aku pun merasakan adanya kejanggalan di perkataan-nya itu. Aku berpikir seperkian detik sebelum menemukan jawaban yang cocok untuknya, "Maksudmu apa..?? Oh.. Kamu senang Ghita meninggal?? Lalu, kamu merayakan kepergian Ghita dengan mentraktir aku, begitu..?? Kamu jahat, Meti!!

Aku benar–benar tak habis pikir dengan Meti. Ghita itu sahabat terbaik dan sejatiku, tidak boleh ada yang memperlakukannya seperti itu. Sangat Menyebalkan!!

Kok, kamu bicaranya seperti itu, sih??? Sekalipun aku tidak pernah bahagia dengan kepergian Ghita. Itu tidak mungkin." Tukas Meti dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku hanya tidak ingin melihatmu bersemedi dengan kesedihanmu itu. Aku ingin jadi teman baikmu.

Kamu tidak akan bisa menggantikan Ghita, Meti!!" dan emosiku semakin meluap, "Aku sangat menyayangi Ghita, wajar kalau aku sangat sedih atas kepergiannya.

Tapi ini terlalu jauh, Ta. Kamu menjadi sangat berbeda. Akhir–akhir ini kamu begitu emosian, suka menyendiri, pembangkang, dan sangat tertutup. Kamu bukan Tata yang aku kenal dulu.

Terserah!!! Sebelum aku benar–benar pergi meninggalkan Meti, aku sempat melirik sosis yang dia lahap begitu nikmatnya. "Racun!!" Ucapku dengan tegas dan dalam. Aku melihat ekpresi wajah Meti mendadak sangat khawatir. Aku pun berlalu setelah membuatnya depresi berat.
============

Sepulang sekolah aku menunggu kereta di stasiun Kebayoran Lama, tepatnya di kawasan Jakarta Selatan. Rumahku di Tanah Abang. Sementara aku bersekolah di SMPN... Jakarta, kecamatan Kebayoran baru. Otomatis dengan begitu, aku harus menggunakan kereta untuk sampai ke rumahku.

Hueeekkk!!! Aroma khas dari keringat para penumpang KA merasuki hidungku, dengan sangat semangat saat aku masuk ke dalam kereta. Desak–desakkan penumpang membuat hatiku semakin kesal. Para pedagang pun menambah kebisingan. Ah.. izinkan aku untuk pingsan!!!

Kejengkelan hatiku semakin merajalela saat aku mengingat kembali perkataan Meti tadi pagi disekolah.

Tapi ini sudah terlalu jauh, Ta. Kamu menjadi sangat berbeda. Akhir–akhir ini kamu begitu emosian, suka menyendiri, pembangkang, dan sangat tertutup. Kamu bukan Tata yang aku kenal.

Ussshhh!!! Memangnya dia tahu apa tentang hidupku..?? Menyebalkan!! Luka hatiku saja belum sembuh benar atas kehilangan Ghita. Aku sangat trauma!! Dia adalah sahabat sejatiku, selalu bersamaku, kami berbagi suka dan duka. Meti itu tidak tahu apa–apa. Seharusnya dia tak perlu ikut campur dengan urusanku!!

Memang benar, akhir–akhir ini sifatku begitu berubah, aku akui itu. Jujur, hidupku sangat hampa. Tak ada motivasi. Tak ada semangat. Bahkan aku tidak ingin berteman dengan siapapun. Aku tidak mau menyayangi siapapun lagi. Sudah cukup aku kehilangan Ghita, tidak lagi untuk yang kedua kalinya.

Jangan dekat dengan siapapun, jangan menyayangi siapapun, dan jangan percaya pada sahabat sejati!! karena sahabat sejati tidak pernah ada, dengan begitu kau tidak akan pernah menangis akan kehilangannya. Itulah prinsipku saat ini. Aku berusaha untuk membenci atau lebih tepatnya menjauhi siapapun saat ini. Egois dan bodoh memang. Rasa trauma sudah mendarah daging dalam diri dan jiwaku. Aku seperti kehilangan jati diri. Biarkan, Aku tidak peduli.
============

Aku bergegas turun dari kereta di stasiun Tanah Abang. Setelah memastikan aku berdiri di tempat yang aman, aku pun merapikan ikatan sepatuku agar tidak terinjak–injak. Lalu, membenarkan letak tas punggungku.

Kebetulan, tepat di sampingku ada penjual cermin, tentu saja aku berkaca sebentar dan terkejut sebentar. Wajahku seperti kepiting goreng, direbus, diberi beberapa cabe, digoreng lagi, lalu hangus!! Berlebihan memang, tapi hal itu cukup menggambarkan bahwa karbon monoksida bus Metromini sanggup membuat wajahku seperti ini. Rambutku yang sebahu aku ikat. Tak dapat dipungkiri, Jakarta memang kota yang sangat panas!!

Setelah puas melihat bentuk wajahku yang tak karuan, aku kembali berjalan. Namun, tiba–tiba saja mataku terfokus pada satu titik. Aku melihat seorang gadis kecil yang sedang mengais–ngais tong sampah yang ada di dekatnya. Lalu gadis itu berjalan ke gerbong tua yang sudah tidak terpakai lagi. Ia duduk disana sambil memakan apa yang dia ambil dari tong sampah tadi.

Makanan yang sudah rusak. "Racun" Gumamku. Tadinya aku hendak berlalu begitu saja, sayangnya getaran aneh di hati ini mencegahku. Getaran yang membuat hatiku tergerak untuk memberikan bekalku yang tak kumakan disekolah, karena sudah merasa mual melihat jajanan kantin yang menjijikan. Apa salahnya?? Toh, hanya memberinya dua potong roti. Hal itu tidak akan mungkin membuatku dekat dengannya. Gumamku lagi.

Aku pun mendekatinya dengan tampang jijik. Tapi sejurus kemudian sirna saat melihat wajah mungil itu. Ada guratan ketegaran terpancar dari wajahnya. Ia kemudian tersenyum manis kepadaku.

Ada yang bisa dede bantu, kak?? tanyanya sambil membalikkan badannya ke arahku.

Namanya Dede, ya?? Hmmm, tidak ada. Kakak cuma mau Dede menerima roti ini.

Gadis cilik ini menerima roti pemberianku dengan sangat girang sekali. Rasanya ada kepuasan batin tersendiri di hatiku. Kepuasan batin yang tak pernah ku raih semenjak hatiku selalu tertutup awan hitam, legam, dan pekat.

Terima kasih ya kak. Kakak baik sekali. Pasti Allah sayang sama kakak.

Emmm,, aku menggigit bibir sembari berpikir agak keras.

Allah?? Sayang denganku?? Benarkah???

Dede sendirian saja???

Iya kak. Kakak tidak lihat?? Tidak ada orang lain bersama Dede selain kakak disini.

Bukan, Hmmm.. pintar juga anak ini. Maksud kakak, dimana orang tua Dede??? Kok Dede sampai mencari makan di tong sampah itu???

Gadis ini menunduk, tampak jelas ekspresi sedih di wajahnya. Ia kemudian menggeleng.

Maaf, Tukasku merasa sangat bersalah

Aku merasa ketidakadilan disini. Mengapa Allah tega merenggut kedua orang tua gadis cilik ini. Dia butuh kasih sayang. Oh, malangnya!! Dia juga bernasib sama denganku. Menjadi pemeran utama dalam cerita kehilangan.

Allah memang tidak adil ya De?? Ia selalu mengambil apa yang seharusnya kita miliki, Ujarku tak habis pikir.

Astagfirullahalazim,, katanya tegas. Kok kakak bicara lancang seperti itu??? Allah itu maha adil kak, itu yang selalu ibu bilang saat sebelum kecelakaan itu menimpa keluarga Dede. Bukan berarti Allah tidak adil hanya gara–gara mengambil seluruh anggota keluarga Dede Ibu, Ayah, dan Bang Ilham. Justru Allah sangat sayang dengan Dede, karena Allah mengajari Dede untuk hidup mandiri. Dengan begitu Dede akan tegar menghadapi hidup yang keras. Dede bahagia kok, karena Dede tahu Ibu, Ayah, Bang Ilham juga bahagia di surga sana.

Aku terkesiap dengan mata setengah membelalak mendengarnya. Sungguh fenomena yang menabjubkan!! Anak kecil yang umurnya kira–kira belum genap delapan tahun ini bisa berfilosofi demikian!! Apa yang membuat dirinya begitu tegar???

Rasanya aku menjadi sangat rendah dan hina sekali, jika dibandingkan dengan anak ini. Aku saja yang kehilangan sahabat sejati dan terbaikku, Ghita, tidak dapat setegar ini. Bahkan, aaahhh.. aku malu mengakuinya!! Aku memang sangat bodoh dan egois!! Haduh.. apa sih yang ada di dalam pikiranku saat ini???

Kakak boleh bertanya satu hal?? kataku seraya menyembunyi gejolak yang ada di dalam hati ini.

Boleh saja kak. Kalau Dede bisa jawab ya syukur, kalau tidak, ya.. jadi PR saja, deh. Hehehehe.. Anak ini begitu ceria. Aku menangkap ketenangan batin yang ada di anak ini. Seperti tidak ada beban sedikit pun yang menghimpitnya.

Kenapa Dede bisa setegar ini?? pertanyanku terbata–bata.

Karena Dede punya sahabat sejati kak!

Sahabat Sejati?? Itu yang aku pungkiri selama ini. Bukankah sahabat sejati itu tidak pernah ada. Tidak pernah ada yang abadi di dunia ini. Semua semu dan akan hilang. Tapi, kenapa??? Kenapa anak ini begitu percaya kalau sahabat sejati memang benar–benar ada..??

Benarkah??? intonasiku diperlambat untuk menengaskan bahwa aku benar-benar tidak mengerti. Siapa dia???

Itu.. gadis ini menunjuk ke langit yang begitu cerah. Matanya sedikit menyipit menghindar dari sinar matahari, Dia ada di atas sana!!

singgasana terbesarnya. Di surga bersama Ayah, Ibu, dan Bang Ilham. Dia selalu ada untuk Dede. Menemani hidup Dede. Membuat Dede sangat tegar. Tidak akan pernah meinggalkan Dede. Jawabnya sangat mantap. Bahkan sangat mantap. Tidak ada keraguan sedikitpun di matanya.

Maksudmu Allah??? aku sedikit ragu.

Yupz!!!

Aku tertegun, Termenung, Bergeming, Mematung. Hatiku bergejolak. Air mataku tumpah ruah. Sangat derasnya!!!

Getaran cinta berdenyut di nadiku. Frekuensi suara hatiku itu terdengar sangat jelas. Aku merasakannya!! Merasakan sebuah perasaan yang sulit diutarakan oleh kata–kata. Hanya aku yang pernah merasakannya, yang dapat mengartikannya.

Rasanya kasih sayang Allah yang selama ini aku pungkiri merengkuhku. Aku tenggelam dalam haru. Tasbih, tahmid, dan takbir menghiasi setiap benakku. Allah!! Allah sahabat yang selama ini terselip, tersembunyi dibalik keangkuhanku. Astagfirullahazim..

Allah mengambil Ghita dari sisiku sebagai pelajaran untukku agar aku bisa menyikapi makna sehat lebih dalam lagi. Allah menyediakan banyak kasih di sekitarku untuk menghiburku tapi aku membuangnya dengan prinsip konyolku itu. Dan Allah mempertemukanku dengan gadis ini, untuk membuktikan bahwa ia masih ada untukku, sebagai sahabat. Ia masih membuka hatinya meskipun aku mengacuhkannya. Ia masih memberikan hidayahnya pada orang yang hina sepertiku. Astagfirullahalazim.

Kakak kenapa menangis??? Maafkan Dede kalau Dede menyakiti hati kakak. Ujarnya dari bibir mungilnya ini.

Tidak apa-apa de. Kakak baik–baik saja, Bahkan lebih baik dari apapun yang membuat kakak merasa lebih baik. Aku langsung memeluk gadis ini. Sangat erat sekali.

Kini aku yakin dan sangat yakin bahwa sahabat sejati itu benar–benar ada. Meskipun ia hanya satu, tapi ia tak akan tergantikan oleh apapun, bagaimanapun, dimanapun, dan kapanpun.

Untuk Allah, Dede, dan Ghita, terima kasih telah mengajariku arti sahabat sejati, sebuah persahabatan yang abadi dan sesungguhnya dalam hidup ini.

Bagaimana sobat artikel diatas yang berjudul "Cerpen Sahabat Sejati" sangat baguskan :), dan bisa kamu baca juga Cerita Paling Sedih 2012, Cerpen Persahabatan dan Cerpen Sahabat Jadi Cinta.